Hanya sedikit kalangan yang mengenal sosok ulama ini. Ketenarannya kalah jika dibandingkan dengan figur Syeikh Said Kamali yang usianya lebih muda. Kiprah dan kepakarannya dalam ilmu agama jauh dari sorotan media. Meskipun ada satu laman khusus di Facebook bernama École Traditionnelle Tinkert (مدرسة تنكرت العتيقة) yang banyak memuat video pengajian beliau. Ada juga situs pribadi yang mencoba mengeksplorasi dan mengenalkan pemikiran dan kepakaran tokoh yang sedang menjadi pembahasan ini. Beliau adalah Syeikh Maulud ibn al Hasan al Sariri al Sousi. Lahir di Maroko, tepatnya di kota kecil Chtouka Ait Baha pada 3 Agustus 1963 dalam lingkungan keluarga yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan dan pendidikan.
Tak seperti kebanyakan ulama Timur Tengah yang memadukan pengalaman belajar di lembaga pendidikan modern dan tradisional sekaligus, Syeikh Maulud tumbuh dan besar dalam tradisi sistem pendidikan yang bernuansa tradisional. Jika di Indonesia hampir mirip dengan tradisi pesantren. Pendidikan Syeikh Maulud kecil berada dalam bimbingan sang ayah yang menjadi guru di satu madrasah di desa kecil bernama Taalat; sebuah desa yang dikenal memiliki nuansa religius sangat kuat. Syeikh Maulud kecil memulai pendidikannya dengan menghapalkan al Quran dan ilmu gramatika bahasa Arab: Nahwu dan Sharf serta dasar ilmu keagamaan lainnya. Penguasaan yang kokoh atas dasar ilmu keagamaan ini bahkan dicapainya dalam usia yang relatif muda: 16 tahun.
Syekh Mohamed Khair Shaal: Ulama Sekaligus Dokter Gigi
Untuk mengembangkan penguasaan keilmuannya, Syeikh Maulud muda, sebagaimana para ulama terdahulu, melakukan rihlah ke pelbagai daerah di Maroko. Beliau menuju Sous, daerah yang subur dengan tanaman Argan, untuk menimba ilmu kepada beberapa ulama senior. Di tempat ini, Syeikh Maulud berguru kepada Syeikh Hasan al Shalhi, Syeikh Idris al Touzwini dan beberapa ulama lainnya. Selain kepada nama-nama tersebut, Syeikh Maulud yang masih berusia dua puluh tahun juga menuju ke kota Tangier untuk belajar kepada Syeikh Abdullah al Talidi, Syeikh Abdullah ibn al Shiddiq al Ghumari dan ulama besar lainnya. Dalam diri Syeikh Abdullah ibn al Shiddiq al Ghumari, murid dari Syeikh Muhammad Bakhit al Muthi’i, dan guru dari Syeikh Ali Jum’ah, inilah terjadi pertalian genealogis keilmuan dengan para ulama di Mesir.
Selesai menuntut ilmu, Syeikh Maulud sejak 1994 mulai mengabdikan dirinya di École Traditionnelle Tinkert (مدرسة تنكرت العتيقة). Lembaga ini merupakan satu sekolah tradisional yang didirikan oleh sekumpulan suku yang diikat oleh pertalian kekeluargaan. Hingga sekarang ini, beliau masih mengajar di madrasah tersebut dengan para murid yang datang dari pelbagai daerah di Maroko dan negara lain. Di tengah kesibukannya mengajar, Syeikh Maulud mengisi kesempatan ceramah keagamaan dan khutbah. Syeikh Maulud yang juga dijuluki Abu al Thayyib tidak meninggalkan aktivitas menulis. Beliau tercatat sebagai salah satu ulama produktif. Di antara beberapa kitab yang ditulis adalah Mu’jam al Ushuliyyin, Tajdid ‘Ilm Ushul al Fiqh, al Qanun fi Tafsir al Nushush serta banyak judul lainnya, baik yang sudah dicetak maupun yang masih dalam bentuk manuskrip.
Kecerdasan dan keluasan ilmunya bukan hanya nampak dalam sederetan karya-karyanya. Dalam satu artikel disebutkan jika Syeikh Maulud sudah mulai mengajar semenjak beliau masih di fase menuntut ilmu. Mereka yang menjadi murid-muridnya sewaktu beliau masih belajar adalah teman-temannya. Menjadi tak mengherankan kalau beliau dijuluki ushuliy, adib dan sya’ir: pakar ushul fikih, ahli sastra Arab dan penyair.