Pada dasarnya, Allah telah mengatur segala ketentuan yang berkaitan dengan hamba-hambanya, di antaranya yaitu rezeki. Dan makna rezeki itu sendiri tidak hanya berkaitan dengan uang, harta atau makanan, melainkan seperti kesehatan, keluarga yang harmonis, teman atau relasi yang baik, bahkan dalam hubungan seorang hamba dengan Tuhannya, berupa taufik hingga ridlo-Nya.
Dalam kitab Qatru al-Ghais fi Syarh Masail Abi Laits, Syekh Nawawi al-Jawi mendefinisikan rezeki sebagai hal yang dapat mendatangkan dampak positif berupa kebermanfaatan bagi makhluk hidup, berupa makanan, minuman, pakaian, dan hal lainya. Dan Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi mengkategorisasikan rezeki ke dalam empat tingkatan, dari tingkat yang paling dasar hingga paling sempurna, yaitu: harta benda (tingkat paling dasar); kesehatan (tingkat yang tinggi); Anak atau keturunan yang sholih (tingkat yang utama); ridlo Allah Swt (tingkat yang paling sempurna).
Selama hidup di dunia, rezeki tersebut tidak akan turun atau sampai kepada pemiliknya dengan begitu saja. Karena, meskipun ketentuan Allah bersifat mutlak, namun ketentuan tersebut secara umumnya patuh terhadap hukum alam, seperti sebab-akibat. Oleh karena itu, sudah sepantasnya seorang hamba menjemput rezeki tersebut dengan segala upaya yang baik.
Salah satu indikator upaya yang baik yaitu mengkombinasikan antara usaha dengan do’a, karena usaha tanpa do’a mengindikasikan kesombongan, sedangkan do’a tanpa usaha seperti khayalan. Dengan demikian, apabila bekerja dan beribadah merupakan usaha seorang hamba untuk mengais rezeki, maka berdo’a adalah senjata untuk menyempurnakan dan melancarkan perolehan rezeki tersebut.
Baca Juga: Apakah Ustadz Tidak Boleh Kaya?
Pada dasarnya, berdo’a dapat dilakukan kapan saja dengan segala apa pun bentuknya. Karena berdo’a mengindikasikan bahwa seseorang tersebut menghamba kepada Tuhannya di samping ia meletakan segala harap kepada-Nya. Namun, salah satu lisensi do’a yang dapat melancarkan rezeki yaitu dengan mendo’akan orang tua. Hal itu sebagaimana sabda Rasulullah yang diriwayatkan ad-Dailami, sebagai berikut:
إِذَا تَرَكَ العَبْدُ الدُّعَاءَ لِلْوَالِدَيْنِ فَإنَّهُ يَنْقَطِعُ عَنْهُ الرِّزْقُ (رواه الديلمي)
Artinya: “Ketika seorang hamba meninggalkan (ber)do’a untuk orang tuanya, maka hal tersebut menjadikan rezekinya terputus”
Dari hadist tersebut dapat diketahui betapa pentingnya mendo’akan orang tua. Dengan mendo’akan orang tua saja, menjadi salah satu kunci mendatangkan rezeki. Bahkan Allah sendiri mengabadikan dalam Al-Qur’an surat al-Isra ayat 24 yang kandungannya berupa seruan kepada hamba-hamba-Nya untuk mendo’akan kedua orang tua.
Adapun do’a yang dapat dipanjatkan untuk orang tua sebagaimana yang diteladankan oleh Rasulullah, yaitu:
رَبّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَيَانِي صَغِيْرًا
“Ya Allah, ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku serta sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku saat kecil”
Dalam kitab syarah nur al idhoh, Imam Ath-Thahtawi al-Hanafi menegaskan bahwa mendo’akan orang tua adalah kunci pembuka rezeki. Dan menurut sebagian ulama, paling sedikit mendo’akan orang tua adalah lima kali sehari-semalam.
Di samping itu, dalam kitab tanqih al-qoul pada penjelasan keutamaan berdo’a, Syekh Nawawi al-Jawi menjelaskan bahwa ada dua tipe seseorang, yakni yang beruntung dan yang merugi. Orang yang beruntung yaitu orang yang mengangkat tangannya untuk berdo’a setelah ia melaksanakan sholat. Dan orang yang merugi adalah orang yang keluar masjid atau tempat sholatnya tanpa memanjatkan do’a sedikit pun. Dengan demikian, mendo’akan orang tua terlebih setelah melaksanakan sholat, setidaknya dengan redaksi do’a yang di atas adalah momen yang harus senantiasa diupayakan.