Al-Qur’an telah menginformasikan kepada manusia tentang kemuliaan dirinya dari seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini. Informasi ini dapat dibuktikan dari ayat al-Quran yang mengungkap penciptaan manusia melalui hembusan ruh secara langsung dari Allah Swt kepada nabi Adam AS. Allah Swt berfirman dalam al-Quran:
وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي (سورة الحجر:٢٩)
Artinya: dan telah meniupkan kedalamnya ruh-Ku
Terdapat penjelasan dalam tafsir Thabari yang menyebutkan bahwa maksud dari ayat “مِنْ رُوحِي” yaitu “قدرتي” atau kuasa-Ku. Sedangkan kata “روح” (dibaca: ruhun) itu sendiri berdekatan dengan kata “ريح” (dibaca:rihun) yang artinya adalah angin, maka tidak heran jika kata kerja yang dipakai yaitu نَفَخْتُ”, yang dapat diterjemahkan dengan “meniupkan” pada ayat tersebut. Lebih rinci lagi, Imam Fakhruddin al-Razi dalam tafsir monumentalnya yang berjudul mafatihul al-Ghaib/tafsir al-Kabir menyajikan uraian kata نَفَخْتُ” dimaknai sebagai hembusan angin yang merasuk dalam tubuh manusia. Sedangkan kata “مِنْ رُوحِي” yang seakan-akan manusia tercipta dari ruh Allah semata-mata hanya karena Ia memuliakan manusia dalam penciptaannya. Dengan demikian, tafsir imam Thabari pada kata ruh dapat diartikan dengan kuasa Allah.
Tidak hanya berhenti disini, bentuk nyata dari manusia mempunyai derajat kemulian diantara makhluk yang lain dapat terlihat pada perintah Allah yang menyuruh malaikat agar sujud pada nabi Adam sebagai bentuk penghormatan bukan dengan tujuan penyembahan. Sehingga ayat pada paragraf sebelumnya ditutup dengan bunyi:
فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
Artinya: maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya
Dalam penjelasan yang terpisah, Hadist yang datangnya dari Rasullah Saw. juga memberitakan pada kita semua bahwa nabi Adam As. diciptakan dari bentuk-Nya. Redaksi hadist memuat sebagaimana berikut:
(رواه البخاري ومسلم) خَلَقَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ آدَمَ عَلَى صُورَتِهِ
Artinya: Allah ‘azza wajalla menciptakan Adam seperti wujudnya (HR: Bukhori dan Muslim)
Ada pesan penting yang terkandung dalam hadist di atas. Manusia tidak hanya mulia dari segi penciptaan secara fisik, namun terdapat sisi yang menjadikan manusia lebih unggul dari ciptaan yang lain yaitu akhlak. Jika hadist di atas dibedah secara rinci dari akar kata yang dipakai maka sangat tampak manusia unggul dari sisi akhlak. Sebab kata dasar dari “أخلاق” /akhlak berasal dari susunan “خلق” (dibaca: kholqun atau khalaqa), artinya penciptaan/menciptakan; secara sederhana wujud yang diciptakan disebut “مخلوق” (dibaca: makhluqun), sedangkan dzat yang menciptakan disematkan menjadi “خالق” (dibaca: kholiqun). Adapun perilaku atau tindakan, sifat dan atribut yang menempel pada pencipta dan yang diciptakan disebut “أخلاق” (dibaca: akhlaqun).
Dalam perjalanan hidup manusia selalu diiringi dengan proses melalui tindakan dan perilaku yang melekat pada dirinya, yang kemudian disebut dengan sairurah/“سيرورة” dengan membawa sebuah misi “menjadi”/shoirurah (صيرورة) lebih baik dari sebelumnya. Sehingga ia dituntut untuk melakukan tindakan yang terpuji dari waktu ke waktu. Dalam hadist disebutkan:
تخلَّقُوا بأخلاق الله
Artinya: Berperilakulah kalian sebagaimana perilakunya Allah.
Hasan bin Mahmud al-Mudhhiri dalam bukunya yang berjudul al-Mafâtih fî Syarhil Mashâbîh menyatakan bahwa yang dimaksud dengan berperilaku seperti Allah Swt yaitu dalam diri manusia terdapat sifat-sifat Allah yang memungkinkan ada pada diri seorang makhluk. Manusia dituntut untuk menyayangi hamba-hamba Allah sebagaimana Allah menyayangi para hamba-Nya. Demikian pula dengan sifat-sifat lainnya seperti dermawan, lemah lembut, dan lainnya.
Dari sini dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa kemuliaan manusia dapat diukur dari akhlak yang dimilikinya. Ia memiliki tuntunan agar selalu menjalani hidup dengan menebar kasih sayang dimuka bumi ini. Ia mengemban amanah untuk mengajak pada arus perdamaian. Ia selalu memikul keharmonisan hidup diatas pundaknya. Inilah kemuliaan dan keunggulan manusia dibanding dengan ciptaan Allah Swt yang lain.