‘Sampai saat ini, masih sering ditemui ikhtilaf tentang penambahan gelar ‘sayyid’ ketika hendak menyebutkan nama Nabi Muhammad SAW baik dalam tasyahud, shalawat, pun dalam hal diluar keduanya. ada yang berpendapat boleh-boleh saja namun ada pula yang berpendapat hal tersebut tidak perlu dengan alasannya masing-masing. Lantas, bagaimanakah seharusnya? Berikut penjelasan yang telah kami rangkum dari berbagai literatur terpercaya tentang menambahkan gelar ‘sayyid’ kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Salah satu alasan bagi mereka yang enggan menambahkan kata ‘sayyid’ adalah sebuah riwayat yang menceritakan ketika Rosulullah ﷺ kala itu mengajarkan bacaan shalawat kepada para sahabat. Rosulullah ﷺ bersabda :
قُولُوا اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ (رواه مسلم)
Artinya : “Ucapkanlah Allahumma shalli ‘ala Muhammad” (HR. Muslim)
Pada hakikatnya, gelar ‘sayyid’ bisa saja diperuntukkan kepada para tokoh yang memiliki keunggulan dalam hal kebaikan. Maka dari itu, gelar ‘sayyid’ bisa saja diberikan kepada siapa saja yang memenuhi kriteria sebagaimana telah disebutkan. Sebagai contoh, Nabi ﷺ pernah bersabda kepada kaum Anshor untuk menghormati pemimpinnya, Sa’d bin Muadz radhiyallahu ‘anhu. Ketika Sa’d datang, Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
قُومُوا اِلَى سَيِّدِكُم (رواه البخارى)
Artinya : “sambutlah pemimpin (sayyid) kalian”. (HR. Bukhori)
Bahkan dalam beberapa riwayat lainnya, Nabi Muhammad ﷺ secara tegas menyebutkan bahwa beliau adalah seorang sayyid.
اَنَا سَيِّدُ النَّاسِ (رواه البخارى)
Artinya : “aku adalah sayyid ummat manusia”. (HR. al-Bukhori)
اَنَا سَيِّدُ وَلَدُ اَدَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ (رواه مسلم)
Artinya : “aku adalah sayyid (tuan)-nya keturunan Adam di hari kiamat”. (HR. Muslim)
Berdasarkan penjelasan diatas, lantas bagaimanakah sebaiknya?
Sejatinya dengan menyebutkan gelar ‘sayyid’, kita telah memposisikan Rosulullah ﷺ sebagaimana pengakuannya sebagai ‘sayyid’. Hal inilah yang disebutkan oleh ‘ulama mutaakhirin sebagai ‘etika’ kepada Nabi Muhammad ﷺ.
Syaikh Ibn Abdissalam menjelaskan andaipun menambah gelar ‘sayyid’ dalam shalat didapati perbedaan pendapat, apakah yang utama mengikuti perintah Nabi ﷺ atau melaksanakan etika?. Syaikh Ibn Abdissalam melanjutkan, “yang jelas bagiku dan yang aku lakukan didalam shalat atau lainnya adalah menyebut gelar sayyid”.
Jika kita gambarkan dalam hal yang lebih sederhana, dalam situasi dimana kita sedang berhadapan dengan orang yang jauh lebih tua dari kita, kemudian orang tersebut memperkenalkan namanya dihadapan kita, lantas apakah sopan jika kita hanya memanggilnya dengan sebutan namanya saja tanpa menambahkan kata ‘bapak’ atau ‘ibu’? Tentu tidak!
Maka, bila sekedar dengan orang yang lebih tua saja kita harus menambahkan panggilan yang layak, bagaimana dengan Rosulullah ﷺ yang merupakan sosok manusia paling agung?
Bukankah syafa’atnya selalu kita harap-harapkan? Lalu apakah etis jika untuk sekedar menghormati dengan panggilan yang layak saja kita enggan melakukannya?
Wallahu A’lam